Jumat, 15 Juni 2018

Selamat Lebaran dan Permintaan Maaf

Saya merasa agak sedih ketika tidak ada lagi proyek tulisan bertema pada bulan Ramadan tahun ini. Padahal setahun yang lalu, kami—Kafe WIRDY—begitu antusias menyambut bulan Ramadan dengan proyek yang dicetuskan secara bersama-sama itu. Saat saya melemparkan ide untuk memulai tulisan dengan bermodalkan satu kalimat yang sama. Lalu kami satu per satu mengeluarkan satu kalimat untuk dipilih. Hingga berunding kalimat mana yang sebaiknya dipakai. Saking bingungnya, kami sampai meminta bantuan teman-teman di Twitter dengan membuat polling. Pilihannya ialah sebagai berikut: 

1. Hari ini adalah puasa pertama, tapi bagiku sama saja dan tidak ada yang spesial. 

2. Puasa bukan cuma tahan lapar dan haus, tapi juga tahan kangen. 

3. Aku suka BDSM: beribadah, dakwah, salat, mengaji; apalagi ketika bulan puasa. 

Dari ketiga kalimat pembuka itu, terpilihlah kalimat nomor tiga yang merupakan ide dari Hairunnisa—yang akrab dipanggil Icha. Kalimat pembuka boleh sama, tapi kami berempat (seharusnya berlima, sayangnya Darma absen untuk meramaikan proyek ini karena sibuk menuntut ilmu di Turki) dapat mengeksekusinya dengan jalan cerita yang berbeda-beda, serta gaya bertutur yang memiliki ciri khas masing-masing. Bahagia sekali mengingat momen itu. 

Namun, beginilah yang terjadi saat ini. Tidak ada lagi proyekan semacam itu. Mungkin tahun ini kami berlima sudah semakin sibuk. Atau bisa juga sudah jengah meramaikan dunia blog lagi. Lebih memilih fokus di kehidupan nyata. Jangankan untuk bikin proyekan bersama, mengisi blog sendiri saja rasanya sulit bukan main. Begitulah kesimpulan yang saya tangkap ketika satu bulan lalu bertanya kenapa mereka udah pada jarang ngeblog. 

Saya sering merindukan masa-masa kami berlima membuat proyekan bertema di setiap bulannya. Lebih-lebih lagi ketika membuat proyek yang lebih besar, yakni buku-el Kafe WIRDY. Dari segala kesibukan yang ada, hal itu tetap tidak mengganggu dan justru memacu kami untuk bisa menyelesaikan apa yang telah kami mulai. Pokoknya, kami betul-betul menyempatkan waktu untuk memeras ide dari kepala, lalu menulis. Kami tidak ingin kesalahan yang sama terulang kembali. Pada proyek sebelumnya, Sepotong Hati di Segelas Milkshake Cokelat, kala proyek itu sudah hampir selesai justru kami vakum. Sedih juga mengingat proyek cerita bersambung yang gagal ketika grup kami masih beranggotakan empat orang dan bernama WIDY: Wulan, Icha, Darma, Yoga. Robby belum masuk pada saat itu. Syukurnya, kesalahan itu tidak terjadi lagi di proyek buku-el. Alhamdulillah.

Walaupun sejujurnya sekarang ketika membaca ulang buku-el Kafe WIRDY itu saya malu sekali, sebab banyak hal-hal yang perlu saya perbaiki. Terutama sewaktu menyunting tulisan orang lain. Jangan sampai gaya mereka hilang dan malah tercampur dengan gaya menulis saya. Saya pun pernah mendapatkan komentar seperti ini: “Tulisan di buku itu, terlalu tulisan Yoga banget. Mungkin karena editornya Yoga, jadinya gue bacanya kata per katanya sepenuhnya hampir gaya bahasa Yoga banget.”

Sungguh, saya editor gadungan yang buruk sekali. Udah gadungan, ditambah buruk sekali. Alias, jangan sok editor, Yog! Belajar dulu yang lebih banyak lagi soal dunia tulis-menulis. Tapi tanpa adanya buku-el dan komentar kayak begitu, mungkin saya nggak akan pernah tahu di mana bagian yang perlu saya benahi. Itulah gunanya mengeluarkan karya pertama. Agar saya bisa memperindahnya di karya selanjutnya.

Dan setidaknya, kala saya bisa merasa malu atau jijik dengan tulisan tersebut, berarti terdapat perkembangan dalam diri saya. Semoga apa yang dirasakan personel lainnya pun begitu. Hal itu tidak mematahkan semangat kami untuk terus menulis. Jangan sampai karena menghasilkan satu karya pertama yang kurang baik, lalu kami malah terjatuh dan tidak melakukan perbaikan di tulisan-tulisan berikutnya.

Lagian, bagi saya itu tidaklah buruk-buruk amat. Tercatat kurang lebih sudah ada 200 kali unduhan. Ya, meskipun ada beberapa dari anggota kami (termasuk saya) yang mengunduhnya juga ketika sedang melakukan percobaan. Tautan itu sudah bisa diunduh atau masih terjadi eror. Intinya, tetap terhitung ada seratus orang yang mau mengunduh buku-el itu. Saya nggak tahu ada berapa banyak orang yang benar-benar menuntaskan membaca. Lebih-lebih tidak ada satu pun email yang saya terima sebagai bentuk kritik dan saran dari pembaca.

Namun, beberapa komentar singkat di Twitter atau kolom komentar blog yang kami dapatkan cukup membuat senang. Komentar mereka di antaranya: 

Aku sudah baca e-book nya. Awesome! Kusuka! Semoga bisa menghasilkan karya yang seperti ini dan lebih baik lagi. 

Setelah membaca buku-el KafeWIRDY, saya paling suka bab 1: tribute to Darma. Ya, meski keseluruhan cerita hampir benar terjadi. 

Baru selesai baca e-book KafeWIRDY paling terkesan sama tulisan tentang janji. 

Udah baca KafeWIRDY, tapi baru bagian Turki. Asyik-asyik! 

Respons-respons yang mungkin kelihatan remeh begitu di mata orang lain, bagi saya tetaplah bentuk apresiasi. Saya betul-betul senang sekali membaca ulasan singkat mereka. Bagaimana sebuah proyek iseng yang agak serius itu, meskipun terkadang membuat saya malu dan nggak berani membaca ulang, ternyata bisa tetap menyenangkan sebagian pembaca. Menandakan kami (terutama saya) bisa menghasilkan yang jauh lebih baik daripada itu.

Saat ini, mungkin saya tidak perlu berharap banyak seperti yang pernah terjadi pada masa silam. Kami berlima bisa tetap bersahabat dan bertukar kabar di grup WhatsApp bagi saya sudah terasa mewah dan lebih dari cukup. Namun, harapan akan selalu ada, bukan? Semoga saja suatu hari kami bisa membuat proyekan bertema lagi. Apalagi kalau bisa terlahir karya kedua. Aamiin. 

sumber: Pixabay


Lalu biar bagaimanapun, saya mengawali tulisan ini niatnya hanya ingin mengucapkan maaf dan terima kasih. Entah mengapa malah melebar dan jadi sepanjang ini. Jadi, maaf kalau saya anaknya doyan curhat. Maafkan saya jika belum bisa menjadi penggagas yang baik. Maaf atas segala drama yang pernah terjadi di dalamnya. Terutama buat Nisa. Orang yang paling dekat di antara personel lainnya dan sering meluangkan waktunya sebagai pendengar ketika saya memasuki fase depresi. Namun, saya malah pernah bercanda kelewat batas dan melukai perasaannya. Maaf jika sulit membuat keadaan di grup menjadi ramai seperti dulu lagi dan lebih berwarna, sebab saya sendiri terkadang merasa kehilangan warna akan hidup saya. Pokoknya, saya minta maaf dari hati yang terdalam.

Kemudian, terima kasih. Terima kasih karena sudah menerima saya selama dua tahunan ini. Terima kasih mau mendengarkan curhatan-curhatan nggak penting saya di grup. Terima kasih telah menyempatkan waktunya untuk ikutan proyek menulis, padahal banyak hal lain yang jauh lebih penting. Terima kasih untuk kepercayaannya saat berbagi cerita di grup. Tetap menyimpan rahasia yang ada di grup dan tidak menyebarkannya ke media lain (kecuali sudah izin dan ada keputusan bersama). Dan, terima kasih atas segala suka dan dukanya. Saya sayang kalian.

Sebelum tulisan ini semakin ngawur, sebaiknya saya sudahi saja. Sebagai penutup, saya, Yoga Akbar Sholihin, ingin mewakilkan Kafe WIRDY untuk meminta maaf kepada teman-teman bloger. Baik itu bercandaan yang mungkin telah melukai perasaan teman-teman di kolom komentar blog, perkataan yang tidak pantas di media sosial, ataupun hal-hal lain yang kami nggak sadari sebelumnya. Tolong, maafkan atas kekhilafan kami, ya. Kami, WIRDY, mengucapkan mohon maaf lahir dan batin. Selamat Hari Raya Idulfitri.